Selasa, 03 Agustus 2021

ULENG MALEBBI MAPPATETTONG BOLA



Tabe maraja sempugi'ku maneng, engka pappasenna tomatoa riolota, makkeda narekko pada melo'ki pada mappatettong bola baru sibawa taletteri toni, pada sappai uleng malebbi, memmoaregi pada salama'ki mallaibine sibawa marane, engka tona dalle maega, mabela toni lasa-lasa'E, Api'E sibawa Anging'E :

1. Uleng Muharram, maega sussah.

2. Uleng Shafar, maega dalle tapi maega to kenna-kenna'ki ( tu malasa wedding engka lele pammasena ).

3. Uleng Rabiul Awal,  engka to sussah na lasa-lasa tu papolei.

4.  Uleng Rabiul Akhir, maega dalle cuma maega to lalengna messu...tp Alhamdulillah tennang-tennang mua.

5. Uleng Jumadil Awal,  dalle engka, tp mega to essukeng'na tuli massasa topa mallaibine.

6. Uleng Jumadil Akhir, maega dalle pole, cuma biasa to engka sussah.

7. Uleng Rajja, Maega apolengenna dalle'E, tapi biasa to teddeng, biasa to massasai mallaibine, nulle engka massarang paccapukeng'na.

8. Uleng Sabban, maega dalle, salama lino lettu akhera.

9. Uleng Ramalang, maderi lallo teddeng agaganna, maderi madoraka lao ri puange.

10. Uleng Syawwal, maega inreng, nulle bercerai mallaibine, maega saradasi.

11. Uleng Zulkaidah, maega mua dalle cuma maega to essureng'na.

12. Uleng Zulhijjah, uleng manyameng mua mallaibine sibawa marane.

Tabe....wedding mato iyatepperi, wedding to de'na itepperi.....hanya pappaseng tomatoa.

Salama'ki pada to salama.

Jumat, 02 April 2021

SOSOK TUJUH TOKOH YANG DIKENAL WALLI PITUE DARI SULAWESI SELATAN



Belum didapat informasi masa kapan dimulainya menyatukan foto foto tokoh pejuang Bugis Makassar ini  kemudian hari dikenal dengan nama Wali Pitue atau Tujuh Wali.
Atas, dari kiri ke kanan: Syekh Yusuf, Lasinrang, Arung Palakka.
Bawah, dari kiri ke kanan: KH. Harun, Petta Barang, Imam Lapeo, Datu Sangkala.
Sepintas sejarah tokoh Walli Pitue sbb:

1- SYEKH YUSUF
 
Syekh Yusuf. Foto: biodatapedia.com
Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani, adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia juga digelari Tuanta Salamaka ri Gowa (tuan guru penyelamat kita dari Gowa) oleh pendukungnya di kalangan rakyat Sulawesi Selatan.
Syekh Yusuf lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah pada 3 Juli 1626 di Gowa, Sulawesi Selatan. Ketika lahir ia dinamakan Muhammad Yusuf, suatu nama yang diberikan oleh Raja Gowa Sultan Alauddin, yang juga adalah kerabat ibu Syekh Yusuf. Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa. Syekh Yusuf juga berguru pada Sayyid Ba-Alawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid.
Kembali dari Cikoang, Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun, Syekh Yusuf pergi ke Banten dan Aceh. Di Banten ia bersahabat dengan Sultan Ageng Tirtayasa, yang kelak menjadikannya mufti Kesultanan Banten. Di Aceh, Syekh Yusuf berguru pada Syekh Nuruddin Ar-Raniri dan mendalami tarekat Qadiriyah.
Pada tahun 1644, Syech Yusuf menunaikan ibadah haji dan tinggal di Mekkah untuk beberapa lama, dimana Ia belajar kepada ulama terkemuka di Mekkah dan Madina, Syekh Yusuf juga sempat mencari ilmu ke Yaman, berguru pada Syekh Abdullah Muhammad bin Abd Al-Baqi, dan ke Damaskus untuk berguru pada Syekh Abu Al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al-Khalwati Al-Quraisyi. Syech Yusuf mempelajari Islam sekitar 20 tahun di Timur Tengah.
Ketika Kesultanan Gowa mengalami kalah perang terhadap Belanda pada tahun 1667, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat menjadi mufti di sana. Pada periode ini Kesultanan Banten menjadi pusat pendidikan agama Islam, dan Syekh Yusuf memiliki murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.
Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilanka pada bulan September 1684.
Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan. Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi’an, juga pernah berguru pada Syekh Yusuf.
Melalui jamaah haji yang singgah ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda, ia diasingkan ke lokasi lain yang lebih jauh, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1693.
Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah, dan memiliki banyak pengikut. Syekh Yusuf meninggal di Cape Town, Afrika Selatan pada tanggal 23 Mei 1699 dan dimakamkan di sana, pada perkembangan selanjutnya, Jenazah Syekh Yusuf kemudian dipindahkan ke Gowa atas permintaan raja Gowa Sultan Abdul Jalil (1677-1709) dan dimakamkan kembali di Lakiung, pada April 1705.
2. Arung palakka
 
2- LATENRITATTA ARUNG PALAKKA

Arung Palakka bergelar  La Tenritatta To Unru To-ri SompaE Petta MalampeE Gemme’na Daeng Serang To’ Appatunru Paduka Sultan Sa’adduddin. Arung Palakka La Tenri tatta lahir di Lamatta, Mario-ri Wawo, Soppeng, pada tanggal 15 September 1634 sebagai anak dari pasangan La Pottobune’, Arung Tana Tengnga, dan istrinya, We Tenri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La Tenri Ruwa Paduka Sri Sultan Adam, Arumpone Bone.
Arung Palakka pertama kali menikah dengan Arung Kaju namun akhirnya mereka bercerai. Selanjutnya, ia menikah dengan Sira Daeng Talele Karaeng Ballajawa pada tanggal 16 Maret 1668, sebelumnya istri dari Karaeng Bontomaronu dan Karaeng Karunrung Abdul Hamid. Pernikahan ini pun tidak bertahan lama dan keduanya bercerai pada tanggal 26 Januari 1671. Untuk ketiga kalinya, ia menikahi We Tan-ri Pau Adda Sange Datu-ri Watu, Datu Soppeng, di Soppeng pada tanggal 20 Juli 1673. Istri ketiganya ini adalah putri dari La Tanri Bali Beowe, Datu Soppeng, dan sebelumnya menjadi istri La Suni, Adatuwang Sidenreng. Pernikahannya yang keempat dilaksanakan pada tanggal 14 September 1684 dengan Daeng Marannu, Karaeng Laikang, putri dari Pekampi Daeng Mangempa Karaeng Bontomaronu, Gowa, dan sebelumnya adalah istri dari Karaeng Bontomanompo Muhammad.
Takluknya Bone kepada Gowa membuat Arung Palakka dan keluarganya dijadikan tawanan. Sejak umur 11 tahun, ia sudah merasakan bagaimana pedihnya hidup tanpa kebebasan, meski demikian, perlakuan keluarga Kesultanan Gowa terhadapnya tidak terlalu buruk.
Arung Palakka dan keluarganya dijadikan pelayan di kediaman Perdana Menteri Gowa, Karaeng Pattinggaloang. Namun, Pattinggaloang tetap menaruh respek kepada keluarga Arung Palakka, dan Arung Palakka pun tumbuh menjadi seorang pemuda cerdas dan gagah di bawah bimbingannya.
Akhir 1660, dibantu beberapa mantan petinggi Kesultanan Bone yang masih setia, Arung Palakka melancarkan serangan terhadap Gowa dan berhasil membebaskan orang-orang Bone yang ditawan dan dipekerjakan paksan di Gowa.
Untuk meraih kemenangan melawan Gowa, ia belum sanggup lantaran armada militer Gowa masih terlalu kuat, bahkan membuatnya kian terdesak. Arung Palakka pun terpaksa melarikan diri karena menjadi target utama pasukan Gowa yang mencarinya sampai ke Buton.
Di saat yang sama, VOC datang menawarkan bantuan. Kondisi ini sebenarnya dilematis bagi Arung Palakka. Di satu sisi, ia muak dengan ambisi VOC. Namun di sisi lain, ia memerlukan dukungan kaum penjajah itu jika ingin menuntaskan dendamnya sekaligus menjadikan Bone sebagai pemerintahan yang berdaulat lagi.
Akhirnya, pada 1663, Arung Palakka dan para pengikutnya berlayar jauh ke Batavia, tepat di mana pusat kekuasaan VOC berada. Selain untuk menyelamatkan diri dari kejaran Gowa, Arung Palakka ternyata harus membuktikan terlebih dulu bahwa ia memang benar-benar butuh bantuan VOC.
Setelah 3 tahun membantu VOC, saatnya tiba bagi Arung Palakka untuk menuntaskan dendam sekaligus merebut kembali wilayah Bone yang dikuasai Gowa. Tanggal 24 November 1666, armada besar bertolak dari pesisir utara Bataviamenuju Celebes, terdiri dari 21 kapal perang yang mengangkut 1000 prajurit.
Pasukan Arung Palakka yang beranggotakan 400 orang semakin percaya diri berkat bantuan VOC yang menyumbangkan 600 orang tentaranya dari Eropa yang paling terlatih. Mereka berangkat dengan satu tujuan: mengalahkan Gowa yang saat itu dipimpin seorang raja perkasa berjuluk Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin.
Dan meletuslah Perang Makassar. Gowa pada akhirnya menyerah, dan tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang menandai kemenangan VOC dan Arung Palakka walaupun selama beberapa tahun berikutnya serpihan pasukan Gowa masih melakukan perlawanan.
Pada 1672, Arung Palakka dinobatkan sebagai Sultan Bone. Ia memang hanya menuntut haknya kembali sebagai pewaris tahta Bone, sekaligus membebaskan Bone dari penguasaan Gowa dan membalaskan dendamnya, meskipun dengan cara yang tidak bisa memuaskan semua pihak.
Arung Palakka memimpin Kesultanan Bone selama 24 tahun atau sampai akhir hayatnya. Ia meninggal dunia pada 6 April 1696 dan dimakamkan di katangka, gowa.

3- LASINRANG
 
Lasinrang merupakan salah satu pejuang Bugis asal Pinrang yang memimpin para pemuda di kerajaan Sawitto melawan Belanda. Lasinrang lahir di Desa Dolangan, Pinrang pada tahun 1856. Kemudian ia dikenal dengan nama Petta Lolo Lasinrang. La Sinrang merupakan Putra La Tamma Addatuang Sawitto dan ibunya bernama I Raima merupakan Keturunan rakyat biasa yang berasal dari Dolangeng. Sejak lahirnya La Sinrang memang memiliki keistimewaan dimana dadanya ditumbuhi buluh dengan arah berlawanan yaitu arah keatas.
Dalam perjalanan hidupnya, La Sinrang banyak mendapat bimbingan dan pendidikan dari pamannya, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dan disegani serta dikenal sebagai ahli piker kerajaan. Sehingga, Lasinrang menjadi seorang pemuda yang cukup berwibawa dan jujur.
Diwaktu kecil Lasinrang gemar menyabung ayam. Dari kegemaran ini, Lasinrang selalu menggunakan Manu’ bakka (ayam yang bulunya berwarna putih berbintik-bintik merah pada bagian dada melingkar kebelakang), ayam jenis ini jarang dimiliki orang.
Kegemaran menyabung ayam dengan manu bakka tersiar keluar daerah, sehingga Lasinrang dikenal dengan julukan Bakka Lolona Sawitto juga dapat diartikan sebagai Pemuda berani dari Sawitto. Julukan ini semakin popular disaat La Sinrang mengadakan perlawanan terhadap belanda.
Semasa berada di Sawitto, La Sinrang gemar mencari gara-gara dengan kerajaan sekitarnya, ia mengajak kerajaan kecil disekitar Sawitto untuk berperang, dan apabila kerajaan tersebut tidak bersedia, maka ia menganggap kerajaan itu berada dibawah kekuasaan Sawitto. karena perilakunya itu, akhirnya diasingkan ke Bone, baru setahun di Bone, terpaksa menyingkir ke Wajo karena membunuh salah seorang pegawai istana di Bone yaitu Pakkalawing Epu’na Arungpone.
Selama di Wajo, ia mendapat didikan dari La Jalanti Putra Arung Matawo Wajo yaitu La Koro Arung Padali yang bergelar Batara Wajo. La Janlanti diangkat menjadi komandan Pasukan Wajo di Tempe dengan pangkat Jenderal.
Setelah pengaruh Belanda terhadap kerajaan sawitto semakin hebat, maka La Sinrang dipanggil pulang oleh ayahnya, dan diangkat menjadi panglima perang. Dalam kepemimpinannya sebagai panglima perang kerjaan Sawitto, senjata yang dipergunakan adalah tombak dan keris. Tombak bentuknya besar menyerupai dayung diberi nama La Salaga sedang kerisnya diberi nama Jalloe.
setelah beberapa lama La Sinrang melakukan perlawanan terhadap Belanda, Lasinrang kemudian menyerahkan diri karena ayah dan istrinya ditangkap dan diancam akan disiksa. Lasinrang menjalani masa pengasingan di Banyumas dan dipulangkan dalam keadaan sakit dan lanjut usia, Lasinrang akhirnya wafat pada tanggal 29 Oktober 1938 dan dimakamkan di Amassangeng.

4. KH. HARUN
KH. Harun merupakan seorang ulama yang berasal dari Tallo, Tidak banyak yang diketahui mengenai sosok KH. Harun ini.
5. Petta Barang
Petta Barang juga biasa digelari Petta To Risappae, ia merupakan keturunan raja Barru. Tidak banayk yang diketahui mengenai sosok ini, dalam beberapa ceritera, ia dikisahkan tiba-tiba menghilang dari atas kudanya bersama seorang penuggu kudanya, itu sebabnya Petta Barang diberi gelar Petta To Risappae yang memiliki makna dicari keberadaannya.
Untuk artikel lebih lengkap mengenai siapa sebenarnya sosok Petta Barang, silahkan buka artikel khusus ini: Sosok Petta Barang Dari Sulawesi Selatan

6. IMAM LAPEO
 
Imam Lapeo bernama lengkap Muhammad Thahir Imam Lapeo merupakan tokoh sufi yang dikenal akan kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Muhammad Thahir lahir pada tahun 1838 di Pambusuang, Balanipa, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ada perbedaan pendapat mengenai tahun kelahiran beliau. Ada yang berpendapat bahwa Muhammad Thahir dilahirkan pada tahun 1839 ketika Raja Balanipa ke-41 yang bernama Tomatindo di Marica menjalankan pemerintahannya di Mandar dan semasa dengan upaya Belanda untuk menjejakkan kakinya di Mandar. Pendapat lainnya, mengatakan bahwa Imam Lapeo lahir di Pambusuang tahun 1838. Sejak lahir beliau diberi nama orang tuanya Junaihil Namli, suatu nama unik yang artinya sayap semut.
Imam Lapeo berlatar belakang dari keluarga yang taat beragama. Hal inilah yang sangat mempengaruhi proses pembentukan jiwa Imam Lapeo dan mewarnai kehidupannya.
Ayahnya adalah seorang petani dan nelayan, disamping itu masyarakat mengenalnya sebagai seorang guru mengaji. Kemampuan mengaji Muhammad bin Haji Abdul Karim Abbatalahi, diwarisi dari ayahnya yang tidak lain adalah kakek Imam Lapeo sendiri yang dikenal dengan nama H. Abdul Karim Abtalahi yang popular dimasyarakat dengan nama Nugo. Kakeknya adalah penghafal al-Quran di Pambusuang. Melihat latar belakang keluarga Imam Lapeo yang ayah merupakan guru mengaji dan ibunya merupakan keturunan hadat, menunjukan bahwa beliau merupakan keturunan yang cukup dikenal dan dihormati dalam masyarakat. Hal lain, bahwa didikan dan arahan orang tuanya, menjadi dasar bagi beliau dalam kehidupan selanjutnya. Demikian halnya dengan kondisi yang berasal dari keluarga nelayan, mempunyai tantangan yang cukup besar dalam upaya memenuhi kehidupannya. Ia terbiasa dengan arus gelombang laut bersama ayahnya mencari ikan dilaut.
Imam Lapeo mendapat pendidikan al-Quran dari kakeknya bernama Abdul Karim. Di usia kanak-kanaknya Imam Lapeo telah khatam Al-Qur’an beberapa kali melampaui teman-teman sebayanya. Menjelang usia remaja, ia lebih memperdalam bahasa Arab seperti nahwu syaraf di Pambusuang. Lingkungan Pambusuang yang religius menjadikan Muhammad Thahir mendapat pendidikan agama yang baik.
Imam Lapeo melanjutkan memperdalam ilmu agamanya di Pulau Salemo. Beberapa tahun ia tinggal di Salemo. Tepatnya, sejak kehadiran Guru Ga’de yang melahirkan sejumlah Ulama besar tanah Mandar. Guru Ga’de adalah keturunan Maulana Malik Ibrahim dari Gresik Jawa Timur, pembawa Islam pertama di Nusantara. Ulama yang dilahirkan Guru Ga’de diantaranya As-Syekh Habib Sayyid Alwi Jamalullail bin Sahl, guru dari Muhammad Thahir, kemudian AGH. Muhammad Nuh yang mendirikan Pesantren Nuhiyah di Pambusuang dan AGH. Alwi, Imam Masjid Bala, Pambusuang.
Pada usianya yang baru 15 tahun Imam Lapeo berani mengikuti pamannya Haji Buhari Ke Padang, Sumatera Barat, dan tinggal selama 4 tahun menambah ilmu sambil berdagang sarung sutra.
Sekembalinya dari Padang ia melanjutkan perjalanan menuju Makkah di samping untuk menunaikan ibadah haji juga tinggal disana seama beberapa puluh tahun untuk memperdalam ilmunya, mendatangi Ulama besar memperdalam ilmu fikih, tafsir, hadits, dan teologi. Diantara gurunya di Makkah adalah Syekh Muhammad Ibna. Perjalanannya ke Makkah dilaksanakan pada tahun 1886. Selain itu, Muhammad Thahir juga melakukan rihlah ilmiah hingga ke Istanbul, Turki.
Dalam usia yang semakin dewasa, imam Lapeo semakin ditempah oleh pengalaman hidupnya baik sebagai seorang anak nelayan, maupun pengetahuan keagamaannya. Modal pengalaman itulah, sehingga pada usianya yang ke 27 tahun beliau dinikahkan oleh gurunya yang bernama Sayyid Alwi Jamaluddin Bin Sahil. Ia adalah seorang ulama besar dari Yaman. Imam Lapeo dinikahkan dengan Hagiyah yang kemudian berganti nama menjadi Rugayyah.
Dalam kehidupannya, Imama Lapeo melangsungkan perkawinan sebanyak enam kali. Versi lain menyebutkannya tujuh kali. Perkawinan ini didasarkan pada kesadarannya bahwa hal tersebut merupakan salah satu strategi dakwah yang paling efektif dalam pembaharuan Islam. Perlu digaris bawahi bahwa dari istri pertama sampai keempat merupakan keluarga atau keturunan tokoh-tokoh masyarakat, dari setiap daerah asalnya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk lebih mengembangkan Islam dikalangan Masyarakat, melalui orang-orang yang berpegaruh di daerahnya
Gerakan dakwah Imam Lapeo lebih menonjol pada aspek karamah dan kewaliannya, hal itu sangat kuat mengakar pada masyarakat Mandar. Saat dakwah ke daerah Mamuju, ia diangkat menjadi Qadhi Kerajaan Tappalang. Hubungan Imam Lapeo dengan Ulama-ulama di Jawa seperti Syekh Kholil Bangkalan dan Mbah Makshum Lasem terhubung oleh guru dan sahabat Imam Lapeo, yakni Habib Alwi bin Abdullah al-Sahl.
Masjid Nur Al-Taubah di Lapeo adalah masjid yang dibangun oleh Imam Lapeo, oleh masyarakat Mandar disebut Masjid Lapeo. Masjid itu dikenal dengan menaranya menyerupai arstitektur Istambul, Imam Lapeo adalah imam pertama di masjid di daerah Lapeo ini. Ada sekitar 17 masjid yang tersebar di pesisir Sulawesi Barat yang pembangunannya di prakarsai Imam Lapeo.
Imam Lapeo menebar keagungan Islam dengan jalan dakwah melalui lembaga-lembaga pendidikan. Proses pengentasan kebodohan masyarakat Mandar kala itu dilakukan dengan cara membuat pengajian-pengajian kecil. Tapi dari hari ke hari muridnya semakin bertambah, kemudian dengan dibantu oleh para muridnya, maka berdirilah sebuah lembaga pendidikan yang berlokasi di samping Masjid Nuruttaubah Lapeo.
Peran Imam Lapeo, tidak terlepas dengan karamah kesufian yang ada pada dirinya. Misalnya, tangannya kebal terhadap api. Diceritakan, selama belajar di hadapan Sayyid Alwi al-Maliki, Imam Lapeo juga bertindak sebagai penuntun unta terhadap gurunya dalam berbagai perjalanan. Saat sang guru Sayyid Alwi al-Maliki bersama muridnya Imam Lapeo melakukan perjalanan antara Makkah dan Madinah, karena keamanan di jalan kurang terjamin, mereka singgah istirahat dan berkemah di jalanan. Ketika itu, sang gurunya mengetahui Imam Lapeo mengisap rokok. Sang Guru langsung mengambil rokok tersebut dari tangannya, dan rokok yang terbakar itu ditekankan ke telapak tangan muridnya. Dalam keadaan demikian, Imam Lapeo tidak merintih dan tidak merasakan kesakitan, malah hal itu dibiarkannya sampai semuanya selesai.
Realitas keislaman masyarakat Mandar sarat dengan nuansa sufistik. Sementara Imam Lapeo memiliki kualifikasi sebagai Ulama sufi dengan beragam peran sosial keagamaan dan wawasan kebangsaanya yang tinggi. Hal ini terlihat dari pengakuan yang disampaikan masyarakat Mandar dan dari analisis kepustakaan setempat. Peranan dan pengaruh Imam Lapeo terhadap masyarakat Mandar tidak terlepas dari pengetahuan dan pengalamannya dari proses pengembaraan intelektual di tingkat domestik dan mancanegara yaitu Singapura, Turki dan Arab Saudi.
Selain mengembangkan tradisi tahfidz, Imam Lapeo juga berinisiasi kepada Tarekat Syadziliyah dan berdakwah dalam lisan saja. Tipologi tarekat yang dianut Imam Lapeo lebih cenderung pada wawasan tasawuf moderat, yang selalu mencari titik keseimbangan antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Hal ini dibuktikan dengan peran aktif Imam Lapeo dalam taqarrub kepada Allah SWT dan keterlibatannya dalam politik kebangsaan dengan ikut melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang. Modal sosial-keagamaan ini menjadi pijakan masyarakat Mandar.
Imam Lapeo bukan hanya ulama menjadi pejuang dalam usaha pembangunan Islam, tetapi juga seorang pejuang kemerdekaan, beliau banyak tampil dalam berjuang melawan tentara NICA, terutama sewaktu berada di Mandar. Pengaruhnya Imam Lapeo terhadap masyarakat islam di Mandar terlampau besar, maka pemerintah NICA Belanda menghentikan dakwahnya sebab timbul kekhawatiran akan muncul perlawanan, akibat pengaruh dakwah Imam Lapeo.
Menjelang kematiannya, Imam Lapeo berpesan supaya disediakan batang pisang sebelah menyebelah sebagai tempat bersandarnya bicara dengan mungkar nakir. Imam Lapeo wafat pada hari selasa, 17 Juni 1952 dalam usia 114 tahun.

7. DATU SANGKALA
Tidak banayk yang diketahui mengenai tokoh ini.
#Arung Palakka 
#Datu Sangkala 
#Imam Lapeo 
#Kyai Harun Petta Barang 
#Petta Lasinrang 
#Syekh Yusuf 
#Wali Pitue
Sumber: Penulis: Erik Hariansah
11 November 2018

Rabu, 31 Maret 2021

LONTARA PANANRANG OMPO ULENG OGI

1.Siwenni ompona uleng-é, esso Nyarang asengna, esso ripancajinna nénéta Adama. Narékko najajiyangngi ana', pogau'i pakkasiwiyang lao ri puang Allaataala, enrengng-é ri Amangna ri Inangna. Narékko ri laowangngi ri tau maraja-é, na amaséiki. Madécéng rilaowang sompe, kuwaé topa mattaneng-taneng'é. Narékko tau nakenna doko ri essoé_ro, masiga' mui ma'jappa.
Majaa- ri attaroang wennang tennung, riwalungengngi tau maté, tenriyappasionroangeng, tenrriyannikkang, tenriya'bottingeng, tenriya'bolang, nenniya gau maraja laingng-é tenri pogau ri essoé-ro.

2.Duwampenni ompona uleng-é, esso Jonga asengna. Iyana esso ripancajinna nénéta Hawa, enrengng-é Korosiya-é. Madécéng riya'bottingeng, madécéng ri laowang sompe, kuwaé topa mattaneng-taneng, nenniya mappatettong bola. Narékko na jajiyangngi ana' ri essoé ro, madokoi amangna,

3.Tellumpenni ompona uleng-e esso Macang asenna, iyanaro esso najajiyangnge Kabile, ana'na nabi Adama. Narekko na jajiyangngi ana' ri essoero, madoraka_e ri Allaataala enreng'e ri Inangna ri Amangna. Majaa'i ri ya'bottingeng nenniya mattaneng-taneng. Narekko ri laowang'i mallaleng, madokoi tauwe. Nako engka jema malasa ri essoero, maittai lasana. 

4. Patampenni ompona ulengnge, esso Meyong asengna. Madeceng ri bottingeng, riyattanengeng, ri yappanoreng wesesa, riyangelliang, riya'balukeng, nenniya ri laowang sompe. Narekko najajiyangngi ana' ri essoero, accappu-cappurengna mate ri uno-i.
Madeceng rilaowang bisesa, madeceng_to ri ya'bolang nenniya riyannikkang, madeceng_to ri yangelliyang agi-agi riyelli. Madeceng_to ri laowang sompe', nenniya malleng mabela.

5. Limampenni ompona ulengnge, esso Jing asengna. Iyanaro essoe na ri passu neneta Adang mallaibine pole ri suruga. Narekko tau nakenna lasa ri essoero, maettapa na sau lasana. Seuwwa decengna iyanaritu, makessing riyalang lakkai tenrewe.

6. Enneng wenninna ompona ulengnge, esso Tedong asengna. Madeceng ri laowang sompe, ri yappanoreng wesesa, ri yangelliang tedong, ma'bijai, ri winruseng lawa tedong, nenniya lawa nyarang. Madeceng_to ri yattaroang tennung. Agi-agi ri pegau, madeceng'i, naekia eloona mua Puwang Allaataala tongeng.

7. Pitumpenni ompona ulengnge, esso Balawo asengna, majaa_i ritu. Narekko engka tau nakenna lasa ri essoero, maittapa nappa mole. Majaa riyalang inreng, majaa ri laowang wisesa, maja_to riyangelliang balu'balu' pakeang. Majaa ri laowang mallaleng mabela nasaba malomoi natuju sukkara'. Narekko engka warangparang teddeng ri essoero, tenri lolongengni ritu. 
Madeceng ri winruseng salekkoo, a'deng sibawa bili'.
Majaa ri yalang inreng, majaa to ri yappanoreng wesesa, ri yangelliang bola, pake-pakeang, majaa to ri laowang sompe.

8. Aruwa ompo_na uleng'e, esso cipii asengna, iyyanaro esso najajiyang'e nabi Nuhung. Narekko engka tau nakenna lasa ri essoe-ro, masiga' mui ma'jappa. Madeceng ri bottingeng, madeceng to ri laowang sompe, riyangelliyang riya'balukeng. Anana' jaji ri essoe_ro, masempo dalle'i na riyamasei ri tau maraja-e. Narekko anu teddeng, masiga' mui ri lolongeng.

9. Asera ompona uleng'e, esso Bokka(Asu) asengna, majaa'i ritu ada sure'na. Narekko najajiyang'i ana', madorakai ri Allaataala, enreng'e ri Inangna ri Amangna. Narekko rilaowang'i mallaleng, masukkara'ki, minreng'i, masukkara'toi. Narekko anu teddeng, maperrini ri lolongeng. Madeceng mua riyattaroang bisesa, naekia majaa'i ri ya'bottingeng, walu-i orowanewe. Narekko riyappatetongeng'i bola, walu-i punna bola makkunraiye, ada sure'na. Nae adanna mua Allataala tongeng.

10. Ri ompo seppulona uleng'e, esso Naga asengna. Esso madeceng kuritu, mangelli gi, ma'balu'gi, ma'bere gi, ri wereng gi, madeceng toi riya' bottingeng, riya'bolang, nenniya ri yattaneng-tanengeng. Narekko engka tau nakenna lasa ri essoe ro, masiga' mui ma'jappa ri lasana. Narekko warangparang teddeng ri essoe ro, masiga mui ri lolongeng. Narekko arung mangkau'e laowang', sukku deceng'i assureng_na.

11. Ri Seppulo na seddi ompo uleng'e, esso Beke(Bembe) asengna. Madeceng'i agi-agi ri pegau. Majeppu puwang Allaataala nalaiwi lampee umuru'na monro ri suruga nabi Adama. Narekko na jajiyang'i ana', malampee sunge'i, napugau toi pakkasiwiyang lao ri Allaataala, masempo dalle' toi. Narekko anu teddeng, masiga ri lolongeng. Madeceng ri laowang mallaleng, seuwwa mua pu essoi, tau te_e ha'ji ri tana Mekka. Madeceng ri bottingeng nenniya mappatettong bola ri essoero, nae tenri tonangeng lopi ri essoe ro. 

12. Ri seppulona duwa ompo uleng'e, esso Maewa asengna. Agi-agi ri pegau ri essoe_ro, madeceng'i. Anana' jaji ri essoe ro, masempo dalle'i na maraja pakkasiwiyang lao ri puaxj Allaataala. Narekko tau nakenna lasa ri essoe_ro, masiga mui sau lasana. Madeceng ri laowang ri tau maraja~e, riya'bolang, kuwae topa laowe ma'balu', nenniya ri yattarowang bisesa. Narekko warangparang teddeng ri essoe_ro, ri lolongeng mua gangkanna.

13. Narekko ompo seppuloi tellu uleng'e, esso Gaja asengna. Iyanaro esso ritununna api Nabi Ibrahim, ri tana lapang'e. Narekko najajiyang'i ana' orowane, waraniwi, naekiya mabiasai ujangeng, narekko ri laowang'i mallaleng mabela, malomoi na kenna lasa, mate are'gi ri laongenna. Nakko tau nakena lasa ri essoe_ro, masiga mui paja lasaana. Narekko warangparang teddeng, masukkara'ni ri lolongeng.
Majaa ri taroang bisesa, majaa to ri laowang sompe, majaa ri yangelliyang, nakkase'i asengna kuritu. Narekko ri laowang'i, malomo~i natuju sukkara.

14. Seppulo eppa ompona uleng'e, esso Sikadong asengna. Iyana esso najajiyang'e nabi Sulaemana. Madeceng ku ritu ada sure'na, agi-agi ri pegau. Narekko uau nakenna lasa ri essoe ro, masigamu madising. Agaga teddeng, masiga' mui ri lolongeng. Madeceng ri laowang dangkang, riyappatettongeng bola, madeceng to riya'bottingeng.

15. Sepulona lima ompona uleng'e, esso Bale asengna. Iyyana esso najajiyang'e nabi Yusupu. Majaa riyappegaukeng gau maraja, iyanaritu botting, mappatettong bola nenniya mappanoo bisesa. Madeceng mua ri gau baiccu'e.

16. Seppulo enneng ompona uleng'e, esso Bawi asengna, maja~i kuritu ada sure'na, nakkase'i. Rekko na jajiyang'i ana', mabiasai ujangeng. Majaa ri laowang sompe, riyattanengeng, riyappanoreng bisesa, majaa to ri laowang ri wanua laing'e. Tempedding'i riyangelliyang, agi-agi riyelli. Narekko waramparang teddeng, masere' pangauwi, adanna sure'e, makkulle ri lolongeng, makkulle muto tenri lolongeng ritu. 

17. Nakko seppulona pitu ompona uleng'e, esso Jarakania asengna. Madeceng ri laowang makkasiwiyang, ri laowang sompe ri wanuwa laing'e, riya'dutang, madeceng to riyalang lakkai tenrewe. Narekko tau nakenna lasa, masiga mui ma'jappa, agaga teddeng, masukkara' ri lolongeng.

18. Seppulo aruwa ompona uleng'e, esso Alippeng asengna, esso na jajiyang'e nabi Isa. Iyato na ri pancaji matanna esso'e enreng'e uleng'e. Narekko najajiyang'i ana', napeddiriwi Inangna Amamangna, naekia pogau'i pakkasiwiyang ri puwang Allaataala. Esso madeceng rilaowang sompe ri wanuwa mabela~e, madeceng riya'bottingeng, riyappatettongeng bola, riyappanoreng bisesa, nenniya riyangelliyang balu, agi-agi riyelli. Narekko tau nakenna lasa, maittapa na sau lasana.

19. Seppulo asera ompona uleng'e, esso Anowang asengna. Iyana esso na jajiyang'e nabitta Muhamma sallallahu alaihi wa sallam. Anana' jaji ri esso~e ro, sogi~i na malomo ati ripadanna tau, pogau' to-i pakkasiwiyang lao ri puang Allaataala, enreng'e ri Inangna ri Amangna. Madeceng riyangelliyang, riya'balukeng, ma'beregi, ri wereggi. Madeceng to ri palaowang bisesa, iyare'ga ri laowang ma'bicara. Nako warangparang teddeng, tenrilolongeng'ni ritu. Agi-agi ri pugau madeceng'i.

20. Ri duwappulo-na ompo uleng'e, esso Hanuwa asengna. Iyana esso na jajiyang'e nabi Ismaila. Anana' jaji ri essoero malomo ati_wi lao ri padanna tau. Nako anu teddeng, tenrilolongeni koritu. Narekko riya'binruseng'i agi-agi, maittapa nappa jaji anu ri winru'e, nae madeceng mua riyappatettongeng bola. Madeceng riya'bottingeng, madeceng to ri laowang mallaleng, ri laowang sompe, mallopi, ma'dangkang-dangkang, neniya madeceng riyattanengeng batang ma'bua.

21. Duwappulo siddi ompona uleng'e, esso Paria asengna. Narekko na jajiyang'i ana', madoko~i, yala upe' tuwo~na. Narekko warangparang teddeng, tenrilolongeng'i. Majaa~i riyappatettongeng bola, riyannikkang, ri bottingeng, majaa to riyattaroang bisesa, rilaowang sompe, riyangelliyang balu', tenriyattanengeng, tenriyappegaukeng, nakkase'i aseng na.

22. Ri ompo duwappulona duwa uleng'e, esso Na'huda aseng na, iyana esso ri pancajinna malaeka'e. Narekko na jajiyang'i ana', pogau'i pakkasiwiyang lao ri Puwang'e, ri Inangna enreng'e ri Amangna. Narekko tau na kenna lasa ri esso'e ro, masiga' mui ma'jappa ri lasana. Madeceng riyangelliyang balu', masiga'i tarala, madeceng muto ri laowang sompe. Narekko warangparang teddeng, na ri lolongeng mua, madeceng'i ta pu warangparang. Narekko engka tau mappaenrekeng'i alena ri arung'e, madeceng'i ko ritu.

23. Duwappulo tellu ompona uleng'e, esso Uncale asengna. Madeceng ri laowan makkasiwiyang, madeceng riya'bottingeng, madeceng ri yangelliang balu'~balu', masiga'i tarala, madeceng toi anana' jaji-e ri essoe ro. Majaa riyangelliyang agaga maelo'e ripake, temmara'de'i ritu, majaa ri yallalengeng, ri palaowang bisesa. Narekko tau nakenna lasa, masiga' mui ma'jappa. Narekko warangparang teddeng, makkulke ri lolongeng, makkulle muto tenri lolongeng.

24. Duwappulo eppa ompona uleng'e, esso Palengngoo asengna, iyanaro esso ri yemme'na nabi Yunusu ribale loppo~e ri tengnga tasi', iyyato esso najajiyang' Firauna tau ri tanrona Allaataala. Majaa ri bottingeng, masiga'i massarang, narekko najajiyang'i ana', madorakai ri puwang Allaataala enreng'e topa ri Inangna ri Amangna.
Madeceng ri palaowang betteng.
Majaa ri yannikkang, ri ya'bolang, majaa to ri yangelliyang, ri ya'balukeng, sibawa ri laowang sompe.

25. Duwappulo lima ompona uleng'e, esso Pase' asengna. Nakkase'i, esso ri pancajinna Iblis, esso nappamulai tikka pitu taung'e ri tana Ara'. Narekko najajiyang'i ana', madorakai ri Allaataala enreng'e ri Inangna ri Amangna. Tau massasa ri esso~e ro, mita~i dara. Madeceng ri yangelliang, madeceng muto ritarowang bola. Majaa ri bottingeng.

26. Duwappulo enneng ompona uleng'e, esso pagiling asengna, madeceng ri laowang ri tau maraja~e. Madeceng ri laowang sompe, ri yattaneng-tanengeng, ri bottingeng, ri ya'bolang, madeceng ri yappanoreng bisesa, madeceng ri yannikkang, ri laowang sompe, nenniya ri yangelliang agi-agi. Narekko najajiyang'i ama', pogau'i pakkasiwiyang lao ri puwang'e, enreng'e ri Inangna ri Amangna.

27. Duwappulo pitu ompona uleng'e, esso madeceng ritu. Madeceng rilaowang ri tau maraja~e, madeceng ri yattaroang bisesa. Madeceng ri yangelliyang balu', temma etta na tarala. Madeceng ri yappatettongeng bola.

28. Duwappulo aruwa ompona uleng'e, esso Kuneng asengna. Madeceng ri winruseng bili', lawa' tedong, lawa' beke, ma'bija~i olokolo'e. Madeceng ri laowang sompe, ri yattanengeng, ri bottingeng. Narekko najajiyang'i ana', sogi-i.

29. Duwappulo asera ompona uleng'e, esso Suniyang asengna. Madeceng ri yattanengeng, ri laowang dangkang, ri yangelliang. Esso madeceng ri yappammulang agi-agi. Narekko najajiyang'i ana', madoko~i.

30. Telluppulo ompona uleng'é, esso Pannaa asengna. Majeppu Allaataala na paturung'i dallé~é ri esso-é ro. Madécéng ri bottingeng, ri laowang dangkang, madécéng ri yattaneng-tanengeng. Narekko ri laowang'i sompe, wettu assara'pi na madécéng.

Makkuniro pura uki~é ri laleng kitta, iya muto puwaseng'i tépu lottong.

~
WETTU² MAKANJA RI TASSÉDDI-É ESSO
rékko na tuju-i esso sattu, éléé, a'buéng karaja, mula loro sibawa assara', mangëribi, léssoo teng-nga benni, riyolo teng-nga benni, sibawa subu wettu makanja'na. narekko natuju-i esso aha', teng-nga tére', teng-nga esso, assara', mangeribi, teng-nga wenni, denniari wettu makanja'na, narekko natuju-esso sinéng, éléé, teng-nga esso, mula loro, loro towa, isya, léssoo teng-nga benni, teng-nga wenni, sibawa subu wettu makanja'na, narekko na tuju-i esso salasa, teng-nga tére', a'buweng karaja, mula loro sibawa assara', mangeribi, lessoo teng-nga wenni, riyolo teng-nga wenni, denniari, wettu makanja'na, narékko na tuju-i esso arabaa, teng-nga tére', a'buweng karaja, mula loro matteru ri loro cuwa, wettu makanja'na, narékko na tuju-i esso kammisi', éléé, a'buweng karaja, teng-nga esso, loro towa, isya, teng-nga wenni, subu, wettu makanja'na, narékko natuju-i esso jumaa, éléë, a"buweng karaja, mula loro,assara, mangeribi, lessoo teng-nga wenni, riyolo teng-nga wenni, sibawa subu, wettu makanja'na,

PANNESSA ÉNGNGI NAKKASE SI ULENG-É

tellumpenni ompoo-na uleng-é, esso ri passuu-na nénéta Adama/St.Hawa polé ri suruga-é

limampenni ompoo-na uleng-é, esso mula monang-na lopinna nabi Nuhung ri lëmpe' loppo-é

seppulo tellu ompo-na uleng-é, esso ri tununna nabi Iberahima ri kaféré'é

seppulo enneng ompo-na uleng-é, esso ri buwang-na nabi Yusupu ri bujung-é

duwappulo siddi ompoo-na uleng-é, esso ri lanti'na Firauna mancaji longgawa kaféré

duwappulo eppaa ompoona uleng-é, esso ri yemme'na nabi Yunusu ri balé loppo-é ri teng-ngana tasi'é

duwappulolima ompoona uleng-é, esso nammulainna tikkaa pitu taung-é ri tana ara'.
WALLAHU A'LAM BISHSHAWAF

Senin, 29 Maret 2021

PETUAH BUGIS DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG

Sejak kecil saya banyak mendengar kata-kata bijak leluhur Bugis, dalam berhubungan sosial misalx Siatting lima, Sitonra ola, tessibelleang, Tessipano, Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi, Malilu Sipakainge, dan lain-lain.

Adapula tutur kata Bugis yang yang sifatx sastra, misalx Duami Riala Sappo Unganna Panasae Belona Kanukue yang bermakna Unganna Panasae disebut Lempu yang berarti lurus/jujur kemudian Belona kanukue yang bermakna Pacci/Paccing yang berarti Bersih. Sebelumx adalah Duami Riala Sappo yang bermakna hanya dua yang dijadikan sebagai pagar (Sappo).

Jadi ada dua unsur yang melekat dalam diri orang Bugis dalam melakoni hidup yakni Lempu (lurus/jujur) dan Paccing (bersih). Pacci dalam bahasa Indonesia disebuat daun pacar yang biasa digunakan untuk pewarna kuku.

Selain itu ada juga ungkapan penyemangat hidup “Resopa Temmangingngi Malomo Naletei Pammase dewata” dalam bahasa Indonesia adalah “hanya dengan kerja keras dan ketekunan akan mudah mendapatkan ridha Tuhan”. Hal ini bermakna dalam hidup ini untuk mendapatkan cita dan harapan haruslah bekerja keras dengan tekun, sabar, tabah, pantang menyerah.

Orang Bugis dikenal pantang menyerah dan gigih dalam berusaha. Pepatah inilah Resopa Temangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata yang selalu dipegang kuat sebagai pemicu semangat dalam meniti hidup. Ini juga dijadikan motivasi bagi mereka yang meninggalkan tanah Bugis ke tempat perantauan.

Tak jarang juga terdapat kata-kata bijak orang Bugis yang memiliki makna spiritual tinggi, misalx Lima Temmassarang Asera Temmallaiseng selain itu ada juga kalimat seperti Dua Temmassarang Tellue Temmallaiseng dan lain sebagaix.

Tapi sayang sekali kearifan lokal Bugis di atas banyak ditinggalkan generasi Bugis sekarang jangankan mengetahui apalagi memahami terlebih makna yang terkandung di dalamx.

Yang menjadi keprihatinan kita adalah dimasa mendatang bukan mustahil generasi penerus Bugis lebih memahami budaya luar dari pada budayax sendiri, bahkan sudah tidak mampu lagi menuturkan bahasa Bugis.

Baik, mari kita memasuki pokok persoalan, saya hanya akan menguraikan sedikit makna tentang kalimat DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG sesuai yang sering saya dengar dari orang tua sejak kecil.

Ungkapan Bugis DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG dalam bahasa Indonesia adalah DUA TAK TERCERAIKAN TIGA TAK TERPISAHKAN. Kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam yang bersifat spritual dan bisa menghasilkan beragam penafsiran.

Kata DUA TEMMASSARANG (dua yang tak terceraikan) ini adalah antara Pencipta dan yang diciptakan yakni antara TUHAN dengan HAMBA. Keduax berbeda tapi tidak terceraikan dan tidak mungkin terpisahkan. Artix, bahwa Hamba adalah bagian dari Tuhan, namun hamba bukanlah Tuhan.

Ketika tidak ada hamba siapa yang bertindak sebagai Tuhan?, dan ketika tidak ada Tuhan siapa selaku hamba? Oleh karena itu, Hamba adalah bagian dari Tuhan, akan tetapi hamba bukanlah Tuhan. ” Pajeppui Alemu Esseri Pawinrumu, Pajeppui Alemu Temmupada Pawinrumu”. Kenalilah Dirimu yakinlah yang menciptakanmu, Kenalilah Dirimu namun tidak sama yang menciptakanmu.

Kalimat selanjutnya TELLU TEMMALLAISENG yang berarti TIGA TAK TERPISAHAN yang artix jika salah satux mengalami masalah maka yang lainx pun ikut bermasalah, salah satux yang sakit maka yang lainx pun turut sakit.

Jadi yang termaktub di dalam TELLU TEMMALLAISENG adalah Ininnawa (kata hati), Werekkada (ucapan), dan Pangkaukeng/Ampekedo (perbuatan). Maksudx ketika kata hati/ininnawa selaras dengan ucapan/werekkada, maka perbuatan dan tindakan begitupun adax.

Oleh karena itu, apabila dipadukan dengan makna kedua kalimat DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG yakni antara Tuhan dan Hamba tidak terpisahkan dan jalani hidup seiring niat, ucapan, dan perbuatan. Hal ini sejalan dengan konsep tuntunan kesempurnaan hidup manusia yaitu “Ininnawa mpinru sadda, kemudian sadda mpinru Ada, selanjutx ada mpinru Gau, dan Gau mpinru Tau”.

Tuah-tuah Bugis ini telah mengakar dalam jiwa setiap orang bugis dan menjadi keyakinan orang Bugis sampai saat ini. Jadi konsep DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG merupakan suatu ajaran yang melihat masalah wujud dalam hal ini Tuhan, alam, dan manusia sebagai suatu kesatuan. Namun berada pada dimensix masing-masing, dan Tuhan meliputi segala yang ada.

Begitu dalam sebenarx makna dari kata DUA TEMMASSARANG TELLU TEMMALLAISENG namun sayangx terkadang kita sebagai orang Bugis tidak tertarik untuk mengkaji kearifan dari leluhur kita.

Harus disadari, bahwa kearifan kita menyimpan begitu banyak nilai yang bisa dikaji kemudian diamalkan. Contoh di atas, baru secuil kalimat yang bisa dikemukakan di sini, sesungguhx kalimat-kalimat di atas banyak tersimpan rapat di mulut para penutur Bugis itu sendiri.

Saya pun terheran-heran atas kecerdasan yang dimiliki para pendahulu Bugis yang mampu mengolong-golongkan antara kehidupan nyata dan tidak nyata kemudian dijadikanx sebagai SIMA’/Jimat hidup sehingga mampu memecahkan segala permasalahan hidupx dan mampu menembus batas alam nyata dan tak nyata.

Terakhir, marilah kita jaga kearifan lokal kita agar bisa berkesinambungan, ambillah yang dianggap baik dan singkirkan yang kurang baik. Tentux kembali kepada pembaca sendiri.

Sebagaimana petuah Bugis :

” Tenrinawa kessinna bunga sitakke rilipu tenritae, uni manu, gilittinro tengnga benni rilaleng nippi-nippie”.

“Ininnawa sumange bunga ripalla riwiring passiring, mattakke, madduang, mabbuah, mattappa unga ulaweng”.

Terima kasih, Semoga bermamfaat 🙏🙏🙏🙏🙏🙏

Senin, 22 Maret 2021

PASEKKU RI WIJA WIJAKKU

Abbonga bongaki ri pangkaukeng madecengnge, aja'na rilaleng makkijae. Attongeng tongekki ridecengnge aja'na 
ripangkaukeng masalae 

Engkaki mancaji tau masagena mabbere makkuatopa mattarima, aja' taperrisiwi asagenangetta. 
Malappa atuongetta, mapaccing atitta 

Riyissengngi ri esso wennie, riyisseng toi riyasengnge sifa'' adele'e. Tau iyye missengngi pura mannessani Naisseng 

Tepu madecengngi sininna sewwa''e iyye purae irencana, makkotopa eganna tepu madeceng sewwa'' iyya de'e lairencana. 

Sininnaro pura natoro madeceng Puang 
sewwae Sewwa'' iyye purae irencana de'e nasilennereng, makkotopa sewwa'' de'e narirencana silennereng, sabbarakengngi. Jancinna puangnge tania belle'' 

Iyya tau madecengnge, manyamengngi, amangngi, nenniya salamai ajokkangenna 

Sewwa'' elo'e ipaddibola riyanu teppeddingnge natarima akkaleng, papole madecengngi nasibawai tongeng''.
Sewwa'' de'e nairita pura mannessa engkai poleakki agi'' purae napparentang puang Allah ta'ala riyalena 

Amalakki amala biasa'' bawang, ko engkaki masagena napaulle Appuasaki iyyana parellue 

Paccoba, paccallang, sibawa pammase: iyamanennaro pura nataro madeceng puangnge, sarekkuammengngi engka perubahan atuongeng lino. 
Engka maneng paggangkanna, namoni riyaseng sipuppureng lino 

Tafegau'i sewwa'' weddingnge rifigau', tafaddiyolo matoi malemma'e ripahang. Iyya makessingnge riyalemu, iyyanaritu sewwa'' weddingnge mujama 

Aja' to talliwe' liwe' riatuongetta, adelekki riyaleta, ritau laingnge, riperasaatta nenniya pikiratta, adele tokki ripangkauketta. 

Aja' tasolangi aleta, aja'to tasolangi tau laingnge. 
Engkaki rilaleng amaikengnge


Jayapura kios yusriani entrop

Rabu, 17 Maret 2021

LONTARA ANA’ LOLO


BISMILLAHI RAHAMANI RAHIM
ALHAMDULILLAHI RABBIL ALAMIN

SININNA APPOJI NAPPUNNAI’E PUANG ALLAH TA’ALA, PUANGNA SININNA ALANGNGE, PUANG JELLOKENGGI LAO RI GAU PATUJUI’E MAPPARINGERRANG LAO RI GAU PASALAE

Usabbi majepu ’degaga Puang risompa tonget-tongeng sangadinna Puang ALLAHU TA’ALA
Usabbi toi majeppu nabi MUHAMMAD suro mateppena ALLAH TA’ALA nakkamase lao ri atanna enrengnge ri sahaba’na ekkua topa atanna mateppee.

IYYANE PANNESSAINGNGI

BICARANNA ANA’ LOLOE RIWETTU MAELO’NA MESSU POLE RIBABAUNA INDO’NA.

Makkedai Puang Allahu ta’ala lao ri Malaeka Jibriilu, ”O, Jibriilu, suroni ana loloe messu”.
Makkedai Jibriilu lao ri ana loloe : ”Essu’no naelorenni Puang Allahu Ta’ala messu.
Makkedai ana loloe:) de’ umaelo messurenngi nareko de’ uwissengngi uwessurengnge.
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Assuno warekko Sipa’
Makkedai ana loloe: Iyya pega Sipa’ maelo tawerekka Puang?
Makkedai Puang Allahu Ta’ala:
Sipa’ Engka KU Upancajiko tubuh
Sipa’ Warekkeng KU Upancajiko Ati
Sipa’ ArajakKU Upancajiko Nyawa
Sipa’ TuoKU Upancajiko Rahasia

Makkedai ana loloe:) de’ umaelo messurengngi nareko iyya mitu!
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Magi mutea mesurengngi ana lolo?
Makkedai ana loloe: Iyyaro saba’na ute’a apa’ anu riparape’mi, narekko mualani matu parape’MU magana, iyya?

Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Tongetto adammu ana’ lolo.
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Essu’no warekko Tajang
Makkedai ana loloe: tajang aga maelo muarekka Puang?
Makkedai Puang Allah ta’ala:
Narekko engka Tajang messu pole ri possimu, tettong mabbatang kaluku siterru langi pitus susungnge, tana pitul lapie, muitani alemu mappake mapute rilalenna tajangnge mappake makudara, mangollii lise’na tajangnge iyya'natu.
Makkedai ana loloe: De; umaelo messurengngi puang!
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Magi mutea mesurengngi ana lolo?
Makkedai ana loloe: Iyyaro utea nasaba nawinrui bellisi (Iblis)
Dua nawinru Bellisi, iyanaritu: ripuadaE sibawa na itaE mata kasara. Dua to, de’ nawinrui Bellisi, iyyanaritu: de’ nari pau de’to naitai mata ulutta iyarega mata kassara.
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Tongetto adammu ana’ lolo.
Makkedai Puang Allah Ta’ala: Essu’no warekko Tajang. Narekko engka Tajang malotong, mapute, maridi, Makudara, Aja’ sana muacceriwi sangadinna engkai pada-padammu. Narekko nabbokorino, Accue’no.

Makkedai ana loloe: De’ umaelo maccueriwi!
Makkedai Puang Allah Ta’ala: magi mutea maccueriwi?
Makkedai ana loloe: narekko makkoitu ada-adam MU Puang, aja’na usompaki. Nasaba sitengnga pada-padakku, ripancaji. Apa pada-pada mutoi!
Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Tongetto adammu ana’ lolo.

Makkedai Puang Allah ta’ala: Essuno warekko Tajang.
Makkedai ana loloe: Kegasi Tajang maelo muwerekka Puang?
Makkedai Puang Allah Ta’ala: Narekko engka Tajang messu pole ri alinromu eppa-i mattettongeng BUDUUH, QUDDUUS, SUBBUUH, BADI”U; iyyanaritu muassolangi lao ri ita.
Makkedai ana loloe: De’ umaelo messurengngi Puang!
Makkedai Puang Allah Ta’ala: Magi mutea messurengngi ana lolo?
Makkedai ana loloe: Iyyaro utea messurengngi apa de’ nawedding engka Tajang pole ri alinroku eppa mattettongeng narekko de apoleanna?
Makkedai puang Allah Taala:
Siddi pole ri Iyya
Siddi pole ri nabi Muhammad
Siddi pole ri malaeka’e
Siddi pole ri Tauwe

Makkedai ana loloe: Iyyaro ute nasaba Iyya mappau, muitaka. Naiyya Idi mappau de uwitaki, na de uwissengngi maccoeriki narekko de uwitaki.
Makkedaipuang Allahu ta’ala: Tongeng to adamu ana lolo.

Makkedai Puang Allah ta’ala: Essuno warekko Sadda
Makkedai Ana loloe: Sadda aga maelo muarengnga Pauang?
Makkedaipuang Allah Ta’ala:
Narekko engka Sadda makkedai ”A” issengngi Puangmu
Narekko engka Sadda makkedai ”I” issengngi Alemu
Narekko engka Sadda makekdai ”U” issesngngi Nabimmu

Makkedai Ana loloe: de’ umaelo essurengngi Puang!
Makkedai Puang Allah Ta’ala: Magi mutea messurengngi ana lolo?
Makkedai Ana loloe: Iyyaro u tea nasaba SADDAMI, narekko Mualani matu SADDAMMU magana, Iyya?
Makkedai Puang Allah Ta’ala: Tongeng to adamu ana lolo

Makkedai Puang Allah Ta’ala: Assuno warekko SARE’A, TAREKA’, HAKEKA’, MA’RIFA’E
Makkedai Ana Loloe: Kega sarea,Tareka’, hakeka’, ma’rifae maelo Muarengga puang?
Makkedai Puang Allhu Taala:
Na iyya sarea’e Tubummu
Na iyya tareka’e Atimmu
Na iyya Hakekaa’e Nyawamu
Na iyya ma’rifae Rahasiamu
Makkedai ana loloe:
De’ umaelo messurengngi Puang. narekko iyyamiro Eppa-E wisseng apolenna.
Naiyya Sarea’e pole ri tanae
Naiyya tareka’e pole ri uwae
Naiyya hakeka’e pole ri Angingnge
Naiyya ma’rifae pole Api-e
De’ umaelo messurengngi nareko iyyamiro Eppa-e Puang

Makkedai Puang Allahu ta’ala: Tongengto adammu ana lolo. ”Pusana’tu ri adammu
Makkedai paimeng Ana Loloe:
Tarona Puang mappau-pau, narekko rape’ni ri akkaletta situru’ni, narekko tessituru’ki ancuruka paimeng.
Makkedai Puang Allahu ta’ala: narekko situruuki, situru’ni.
Makkedai ana loloe; Maeloka messu mapada-padapi’
Makkedai puang Allahu ta’ala: magi muelo mewaka pada-pada, narekko pada-padani? De’na Puang, de’ tona ata, de’ tona passessa.
Makkedai na loloe: Narekko musessaka, alemu musessa..

Makkedai Puang Allahu Ta’ala: Madecenni, na eki ya majjanciki?
Makkedai Ana loloeB: Pekkoga bateta majjanci?
Makkedai Puang Allahu Ta’ Ala:
Narekkomessuko, SappaaKa. Isseng toi arewekenna tubummu riammemengenna. Narekko mulolongengNGA’, uwunoko. Narekko uwonoko, Utokkokko. Narekko Utokkokko, AleKU Utokkongekko. Narekko temmulolongekKa, massarang nittu. Rewe’ kotu ri Eppa-e rupanna; ritanae, ri uwae, ri angingnge, ri apie. Mancaji kolo-kolo kotu matu narekko mateko.

Makkedai ana loloe: De’ pa umaelo messurengngi nasaba de’pa uwitaki lahere.
Laherenni Allahu Ta’ala sitetongeng Ana loloe.

Makkedai puang Allahu ta’ala: Itana muessuu lahere uwallirungiko, narekko mulolongengNGA iko tosi mallinrung ri Iyya, Iyya tosi lahere. Pada-pada ni’tu, naikiya atae ata mutoiha, naiyya Puangnge, Puang mutoiha. Engka topa ada makkeda makunie rapanna.

Selasa, 16 Maret 2021

JIMAT HIDUP ORANG BUGIS : LIMA TEMMASSARANG ASERA TEMMALLAISENG

Pesan-pesan Leluhur Orang Bugis seakan tak ada habisnya. Pesan itu sarat dengan nilai jika dikaji dengan baik. Apabila hanya dibaca secara tersurat saja maka kita hanya berada pada posisi “sekadar mengetahui, tetapi tidak memahami “.

Umumnya pesan-pesan tetuah Bugis bermakna simbolis,kias, dan konotatif. Untuk dapat memahami isi pesan yang terkandung, maka dibutuhkan kajian kata dan kalimat yang lebih mendalam secara denotatif (makna kata yang sebenarnya).

Silakan simak berikut ini :

Bulu temmaruttunna Alla Taala, kuonroi maccalinrung, Engkapa balinna Alla Taala na engka balikku, Mette’ka tenribali, massadaka tenri sumpala.

Terjemahan :
Gunung yang kukuh adalah milik Allah, yang kutempati berlindung, Tidak ada yang dapat menandingiku kecuali jika ada yang dapat menandingi Allah yang Maha Kuasa. Kalau saya berbicara tidak ada lagi yang dapat menyahut, dan kalau saya berpendapat tidak ada lagi yang bisa menyanggah.

Ungkapan di atas apabila hanya dibaca tanpa dimaknai, maka kita hanya mengetahui bagian kulitnya saja. Padahal ungkapan di atas sering dijadikan orang Bugis menjadi sebuah “Jimat Kehidupan”.

Untuk bisa menjadikannya sebagai Jimat yang ampuh tentu tak semudah membalik telapak tangan. Bagaimana membuatnya sebagai Jimat Ampuh? tidak sekadar ditulis kemudian dibungkus lalu kemudian dipasang di pinggang celana (riapponceng).

Jimat itu paling tidak harus memenuhi syarat yang harus dilakukan dan dipatuhi. Persyaratannya harus memahami makna ” Lima Temmassarang Asera Temmallaiseng “.

I. Lima Temmassarang (lima tak bercerai berai), yaitu :
NINIRIWI DUWWAE
PUADAI SEDDIE
PUGAUI DUWWAE
ENGNGERANGNGI DUWWAE
ALLUPAI DUWWAE

1. Aja mucaccai pojinna tauwwe
2. Aja murekengngi appunnangenna tauwwe
3. Puwadai anu sitinajae weddingnge naporio tauwwe
4. Pegaui gau weddingnge napudeceng tauwwe
5. Pegaui ampe kedo temmasolae tenrisumpala
6. Engngerangngi pappedecenna tauwwe lao ri idi
7. Engngerangngi atassalammu lao ri tauwwe
8. Allupai pappedecemmu lao ri tauwwe
9. Allupai atassalanna tauwwe lao ri idi

II. Asera Temmallaiseng (sembilan tak terpisahkan), yaitu :
HINDARI 2 (dua)
KATAKAN 1 (satu)
LAKUKAN 2 (dua)
INGAT 2 (dua)
LUPAKAN 2 (dua)

Penjelasan :

ANINIRIWI DUWWAE (hindarilah yang dua), yaitu :
1. Aja Mucaccai pappojinna tauwwe (jangan mencela kesukaan orang lain)
2. Aja Murekengngi apunnangenna tauwwe (jangan menghitung harta milik orang lain).

PUWADAI SEDDIE (katakan yang satu), yaitu :
1. Puwadai anu sitinajae weddingnge naporio tauwwe (katakan hal yang wajar yang bisa menyenangkan orang lain).

PUGAUI DUWWAE (lakukan yang dua), yaitu :
1. Pugaui anu weddingnge napodeceng tauwwe (lakukan hal yang bisa memperbaiki orang lain).
2. Pegaui ampe kedo temmasolae tenrisumpala (lakukanlah sesuatu dengan prilaku yang baik dan tak tersanggah/terbantahkan)

ENGGERANGNGI DUWWAE (ingatlah yang dua), yaitu :
1. Engngerangngi pappedecenna tauwwe lao ri idi (ingatlah kebaikan orang kepada kita)
2. Engngerangngi atassalammu lao ri tauwwe (ingatlah kesalahanmu kepada orang lain)

ALLUPAI DUWWAE (lupakan yang dua), yaitu :
1. Allupai pappedecemmu lao ri tauwwe (lupakan kebaikanmu kepada orang lain)
2. Allupai atassalanna tauwwe lao ri idi (lupakan kesalahan orang lain kepada kita)

Demikian sekelumit pesan dari setumpuk nilai dari tetuah Orang Bugis dari masa kemasa. (semoga bermamfaat, salama topada salama)

ULENG MALEBBI MAPPATETTONG BOLA

Tabe maraja sempugi'ku maneng, engka pappasenna tomatoa riolota, makkeda narekko pada melo'ki pada mappatettong bola baru sibawa tal...